ISLAM KITA- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut
Tauhid memohon Kementerian Pendidikan serta Kebudayaan (Kemendikbud) RI membahas kembali kebijakan sekolah lima hari
sepekan serta belajar delapan jam /hari. Sebab, kebijakan itu dinilai bakal
punya pengaruh pada
praktek penyelenggaraan pendidikan
keagamaan yang sampai kini dikelola oleh swadaya orang-orang.
" Praktek pendidikan keagamaan seperti Madrasah Diniyah serta pesantren umumnya aktivitas belajarnya diawali sepulang dari sekolah umum (SD, SMP, SMU), " kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi pada.
Zainut menerangkan, pendidikan dengan jenis Madrasah Diniyah serta pesantren sampai kini sudah memberi peran besar untuk penguatan nilai-nilai keagamaan. Juga berperan dalam pembentukan karakter serta penanaman nilai-nilai akhlak mulia untuk anak didik.
Tetapi, dengan diberlakukannya pendidikan sepanjang delapan jam satu hari bisa di pastikan pendidikan dengan jenis Madrasah bakal gulung tikar. Walau sebenarnya kehadiran Madrasah masih tetap begitu utama serta diperlukan oleh orang-orang.
" Saya tidak dapat memikirkan berapakah jumlah Madrasah Diniyah yang dikelola dengan mandiri serta suka-rela oleh orang-orang bakal tutup. Berapakah jumlah pengajar yang sampai kini mendidik anak siswa dengan ikhlas tanpa ada pamrih bakal kehilangan ladang pengabdiannya, " katanya.
Ia menyampaikan, hal semacam ini begitu menyedihkan serta bakal jadi satu catatan kelam untuk dunia pendidikan Islam di negeri yang berdasar pada Pancasila. Kebijakan sekolah lima hari dalam sepekan serta belajar delapan jam satu hari tuturnya adalah sisi dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Menurut dia, kebijakan itu maksudnya bagus tetapi butuh dipikirkan lagi.
Sebab, apakah semuanya sekolah mempunyai fasilitas pendukung untuk terwujudnya satu sistem pendidikan yang baik. Seperti fasilitas untuk beribadah, berolahraga, laboratorium, tempat bermain, tempat istirahat yang nyaman serta kantin yang sehat dan layak. Aspek lain yg tidak kalah utama yaitu terdapatnya jumlah pengajar yang cukup.
" Bila tak ada fasilitas pendukung yang ideal serta pengajar yang cukup, alih-alih bisa terbangun situasi aktivitas belajar mengajar yang kondusif, anak didik dapat belajar dengan tenang, suka serta nyaman sepanjang delapan jam. Malah yang berlangsung yaitu anak didik bakal jadi bosan serta stres, " tuturnya.
Karenanya, MUI memohon pada Menteri Pendidikan serta Kebudayaan untuk membahas lagi kebijakan itu. Paling tidak kebijakan itu diberlakukan dengan bertahap, selektif serta dengan kriteria yang ketat. Umpamanya cuma diberlakukan untuk sekolah yang telah mempunyai fasilitas pendukung yang ideal.
Sedang untuk sekolah yang belum mempunyai fasilitas pendukung tidak diharuskan. Diluar itu, baiknya kebijakan itu tidak diberlakukan untuk semuanya daerah dengan maksud untuk menghormati nilai-nilai kearifan lokal.
" Jadi daerah diberi pilihan untuk ikuti program pendidikan dari pemerintah, juga diberi hak untuk mengadakan pendidikan seperti yang sampai kini telah jalan di orang-orang, " ucapnya.
Bagi bagi bonus sabung ayam online
ReplyDelete