ISLAM KITA. Abu Hurairah bergabung bersama Rasulullah di Madinah tahun ketujuh
hijriah dan hanya bersama Rasul dalam periode sekitar 3 tahun sebelum
wafatnya Rasulullah. Dalam periode yang relatif singkat tersebut, Abu
Hurairah, menurut catatan Imam Dzahabi, telah meriwayatkan 5.374 hadits.
Sejumlah pihak membandingkannya dengan Siti Aisyah (2.210 hadits),
Sayyidina Umar (537 hadits) dan Sayyidina Abu Bakar Ashiddiq (132
hadits). Sudah banyak bahasan masalah ini sejak dahulu kala sampai Imam
Bukhari pun meriwayatkan pembelaan dan alasan Abu Hurairah sendiri
mengapa ia banyak sekali meriwayatkan Hadits dalam waktu singkat. Ada
apa dengan Abu Hurairah?
Saya menerima pembelaan dan alasan Abu
Hurairah tersebut. Dan kita bersyukur ada Abu Hurairah yang meriwayatkan
banyak Hadits tentang Rasul. Fokus saya bukan pada jumlah Hadits yang
beliau riwayatkan, tapi pada konteks 3 tahun terakhir hidup Rasulullah.
Tentu saja ini menunjukkan ribuan Hadits yang beliau ceritakan itu
berasal dari periode akhir kehidupan Baginda Rasul, dan tidak bisa
menggambarkan keseluruhan perjalanan dakwah Rasulullah. Konteks ini
menjadi penting untuk memahami Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu.
Salah satu Hadits yang bisa dipahami dalam konteks di atas adalah Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
"Janganlah kalian mendahului orang-orang Yahudi dan Nasrani memberi
salam. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang di antara mereka
di jalan, maka desaklah dia ke jalan yang paling sempit. (HR. Muslim
Nomor 2167)
Dari segi sanad, Hadits di atas masuk ke dalam Hadits
Sahih, tapi tentu menjadi musykil untuk dipatuhi dalam konteks
masyarakat yang majemuk. Bayangkan kalau Hadits di atas dipahami secara
apa adanya maka orang-orang kafir akan dipaksa minggir bahkan kita akan
memepet mereka di jalan raya baik dengan motor dan mobil. Bahkan untuk
mengetahui mereka kafir atau bukan (sehingga layak dipepet ke pinggir
jalan) akan ada razia KTP yang memeriksa agama pengguna jalan. Atau
terpaksa dibuatkan jalur khusus non-muslim di pinggir jalan raya. Inikah
yang diinginkan Rasulullah selaku pembawa rahmat bagi semesta alam?
Tentu saja kita sukar percaya bahwa suasana masyarakat seperti itulah
yang dikehendaki Rasul.
Dari segi matan, para ulama sudah banyak
membahas benarkah kita dilarang mendahului mengucapkan salam kepada non
Muslim. Sebagian memahami apa adanya larangan dalam Hadits di atas,
sebagian lagi mengatakan memulai salam jangan, tapi menjawabnya tidak
mengapa (meski dengan lafaz yang sekedarnya saja). Namun ada pula ulama
yang membolehkan mendahului mengucapkan salam, tapi hanya sebatas
'selamat pagi' atau 'sore' bukan berupa assalamu alaikum wa rahmatullahi
wa barakatuh. Ada pula sebagian ulama yang membolehkan mendahului
mengucapkan salam dengan berdasarkan Hadits lain dan keumuman ayat
Qur'an dalam berinteraksi dengan non Muslim.
Pendek kata, Hadits
di atas telah dibahas panjang lebar oleh para ulama dan kita harus
menyimak perdebatan tersebut sebelum menjadikan Hadits ini sebagai
ukuran ber-muamalah dengan pihak non Muslim. Inilah bahayanya kalau kita
hanya mencomot teks Hadits tanpa mengaitkan dengan Hadits ainnya dan
tanpa membaca penjelasan dan perdebatan para ulama mengenai kandungan
dan aplikasi Hadits.
Kembali ke konteks sosio historis perawi,
Abu Hurairah bergabung setelah perang Khaibar. Dalam periode akhir
kehidupan Rasul, memang relasi umat Islam dengan Yahudi berubah menjadi
tegang akibat pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian yang ada.
Untuk itulah Syekh Yusuf al-Qaradhawi mengatakan Hadits riwayat Abu
Hurairah di atas itu diucapkan Rasul dalam konteks perang.
Baca juga : 1. bahaya-memahami-al-quran-hanya-dengan terjemahan
2. hati-hati-propaganda-dibalik penggalangan dana online
Baca juga : 1. bahaya-memahami-al-quran-hanya-dengan terjemahan
2. hati-hati-propaganda-dibalik penggalangan dana online
Indikasinya terdapat dalam Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam
Kitab Adab al-Mufrad bahwa Rasulullah hendak pergi berperang dengan
menaiki kendaraannya ke tempat perkampungan Yahudi dan mengatakan jangan
memulai salam kepada mereka. Tentu saja mau perang kok pakai
mengucapkan salam. Tidak mungkin kan! Dan dalam suasana mau berangkat
perang, kalau ketemu bakal musuh di jalan, ya tentu kita harus tunjukkan
kebesaran dengan menguasai jalan hingga mereka terdesak ke pinggir.
Jadi, konteksnya adalah suasana perang, bukan suasana normal
sehari-hari.
Itu sebabnya para ulama seperti Ibn Abbas, Imam
al-Thabari, Sufyan bin Uyainah, Abu Umamah, Ibn Abi Syaibah, Imam Malik
dan Imam Abu Hanifah tidak melarang kita memulai ucapan salam kepada
pihak non Muslim.
Seringkali pada masa kini hubungan antar umat
beragama menjadi penuh ketegangan dan konflik karena kita tidak bisa
memilah mana perkara aqidah dan mana perkara muamalah. Masalah ucapan
salam yang sejatinya persoalan interaksi sosial pun dimasukkan dalam
kategori aqidah sehingga menjadi pertarungan teologis. Begitu pula kita
harus memilah mana ketentuan yang berlaku umum untuk berhubungan baik
dengan non Muslim atas dasar kemanusiaan, dan mana ketentuan yang
berlaku khusus dalam kondisi konflik dan peperangan. Mencampuradukkannya
akan membuat dunia ini tegang dan konflik terus.
Kita menginginkan dunia yang damai, bukan?!
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
Sumber: https://www.facebook.com/NadirsyahHosen/posts/1743065959275016
judi sabung ayam
ReplyDelete